MOZAIK CINTA DALAM KELUARGA
By Nofia Ulfa
Pernahkah anda merasa bingung
untuk memutuskan sesuatu karena keterbatasan yang anda miliki dalam kehidupan
anda? Lebih memilih percaya dengan apa yang dikatakan orang tua atau orang lain
di sekitar anda? Atau anda ingin mengetahui seberapa dalam anda mengenal kedua
orang tua anda? Maka, catatan hati ini adalah jawabannya. Semua pengalaman yang
saya peroleh mengenai betapa luar biasa nya cinta orang tua kepada anaknya akan
saya tuangkan dalam catatn hati ini. Berikut catatan hati saya.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Terima kasih kepada pembaca
karena telah berkenan membukabeberapa carik catatan hati salah satu putri
Hawa ini. Secuil cerita dari keluarga buruh petani yang sungguh lah sederhana.
Isinya merupakan mozaik-mozaik kehidupanyang saya jalani sebagai anak sulung
dari tiga bersaudara, ibu dan ayah saya berprofesi sebagai buruh tani. Ya
meskipun tergolong tak seberapa tetapi kami bersyukur karena Sang Maha Kaya tak
membiarkan kami menyentuh rezeki dari ikhtiar yang haram. Suka dan duka juga
kebimbangan yang saya rasakan dalam kisah hidup saya terekam disini.
Sebagai anak sulung dari buruh
petani bisa dibilang saya memulai segalanya dengan sangat sederhana. Apa yang
dialami kebanyakan anak dari keluarga sederhana yang ada di tanah air, lebih
kurang mungkin saya rasakan juga. Setidaknya karena terlahir dari keluarga
sederhana, saya bisa benar-benar memulai tujuan melalui perjuangan keras. Satu
tahun yang lalu, saya telah lulus dari salah satu Sekolah Menengah Atas yang
cukup termasyur di Jepara.
Saya berkeinginan untuk
melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur Bidik Misi,
sempat beberapa kali mencoba hingga akhirnya saya berpikir mungkin Sang Mha
Pemberi Kesuksesan tidak menghendaki saya menempuh jalan ini, kemudian saya ada
rencana untuk mendaftar di salah satu Perguruan Tinggi Islam Swasta di
Semarang.
Betapa bimbangnya saya, begitu
kuat niat saya untuk bisa melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Islam
tersebut, sementara biaya yang saya perkirakan ternyata masih jauh dari cukup.
Terlebih orang tua saya tak hanya menyekolahkan anak sulungnya ini, namun juga
dua adik saya.
Tetapi dalam kebimbangan begitu,
saya masih bisa berpikir santai dan berusaha menutupi semuanya dari kedua orang
tua saya.
“Bagaimana nak? Pengumumannya?”
“Bu, masih nihil.”
Kalimat yang disambut senyum ibu,
“Ya sudah nduk, belum jalannya.
Kamu coba saja daftar di Swasta-swasta sana. Insyaallah ibu sama bapak akan
bisa mengusahakan”
Saya tidak melupakan hari-hari
itu, tetapi keresahan karena beban ekonomi lenyap karena perkataan ibu yang
penuh dengan keteduhan.
Sungguh karunia luar biasa karena
saya memiliki keluarga yang begitu cinta pada saya. Bagi saya, tidak ada yang
lebih mampu member saya cukup energy dan semangat selain kedua orang tua saya.
Dan sejauh ini apa yang saya ikhtiarkan melalui shalat istikharah, akhirnya
Allah telah memberikan petunjuk. Sehingga saya merasa mantap dengan pilihan
saya.
Semasa kecil dahulu, saya sring
menangi bahkan hanya karena hal-hal sepele. Jangankan mainan sekedar ingin
meneguk es teh lima ratus rupiah saja ibu tak bisa membelikan, hingga sekarang
pun saya baru bisa menyadari bahwa mungkin saya tergolong orang yang dewasa
sebelum tiba waktunya. Namun karena ingatan itu, saya di ajarkan oleh orang tua
untuk bisa menjadi pribadi yang penuh dengan keprihatinan. Pada saat itu, untuk
bisa makan beberapa hari, ibu dan bapak harus rela bergelut dengan lumpur,
jerami dan berbagai binatang penghuni sawah. Bahkan semasa itu kami di haruskan
tabah dan kebaal terhadap cemoohan orang-orang karena ketidak mampuan kami.
Sepulang nya ayah di sore hari,
saya menyaksikan di lantai rumah terdapat bercak darah yang berceceran. Dan
betapa sakit hati saya melihat ternyatadarah itu berasal dari kaki ayah yang
terluka karena terinjak keong saat bekerja di sawah. Dengan air mata yang terus
menetes, saya mengepel lantai dengan pelan. Merasa betapa tak berdaya nya anak
ini, tak bisa berbuat apa-apa untuk memperjuangkan hidup keluarganya. Namun
kondisi itu memberi semangat bagi saya untuk berusaha menjaga dan melanjutkan
cita-cita saya dengan sekuat tenaga. Kadang-kadang merasa agak nekad memang.
Tak menunggu lama-lama, saya
bergegas mendaftarkan diri ke salah satu Perguruan Tinggi Islam Swasta yang ada
di Kaligawe, Semarang. Denga langkah tegas saya sengaja mengambil Program Studi
Sastra Inggris, dengan harapan bisa mencapai mimpi saya untuk dapat ke Luar
Negeri secepat mungkin. Karena pada pikiran saya, itu lah langkah pertama yang
harus saya lakukan untuk membuat bangga kedua orang tua saya. Ya, karena dari
awal pertama ibu pun sudah mengatakan bahwa beliau menginginkan saya bisa
menjadi dosen Bahasa Inggris, dan Alhamdulillah saya pun di terima di Prodi
tersebut tanpa melalui tes. Sungguh luar biasa obat penenang yang telah di
berikan-Nya kepada manusia yang penuh ketidak tahuan ini. Setelah saya berjuang
keras, ini lah hasil yang saya peroleh. Walaupun bukan di PTN, namun saya yakin
inilah yang terbaik yang telah Allah limpahkan.
Lebih baik menjadi ikan besar
dalam kolam yag kecil, daripada menjadi ikan yang amat kecil di dalam kolam
yang besar. Itu lah jargon yang terus saya ngiangkan dalam otak saya sebagai
semangat yang menggelora di hati saya.
Sungguh tak di sangka-sangka,
beberapa waktu saya berjuang dan terus melawan lelah. Akhirnya usaha saya tak
sia-sia. Di awal semester kuliah, saya mencoba bereksperimen dengan
membuat paper untuk dikirim ke event Internasional, dan Alhamdulillah paper
saya di terima tak lama setelah saya mengirim melalui email. Hemm.. saya pikir
untuk dapat mencapai ini, mungkin lelah telah lelah mengejar anak ini.
Dengan semua kebahagiaan itu,
rasanya saya sungguh malu dengan Sang Maha Mengetahui Segala yang Baik untuk
Ummat-Nya. Tidak pantas rasanya mengeluh karena hal-hal lain di masa lalu. Juga
untuk kondisi ekonomi yang bertahun-tahun cukup minim.
Berbagai upaya telah saya lakukan
untuk dapat berangkat ke Negeri Jiran Malaysia mengikuti event Internasional
yang telah di depan mata. Ya, segeralah saya membuat proposal untuk memperoleh
dana agar bisa segera membayar registrasi.
Saya telah menyiarkan kabar bagus
ini kepada keluarga, sungguh bahagia rasanya karena saya akan dapat menggenggam
impian yang ku piker hanya akan terbengkalai tanpa dapat tercapai. Betapa
bahagianya kedua orang tua saya mendengar kabar bahwa anak gadis desa ini telah
dapat membuktikan tekadnya. Namun satu kenadala yang tak bisa saya beritahukan
kepada orang tua, bahwa saya belum juga memperoleh dana untuk bertolak ke
Malaysia. Bahkan tak dapat biaya sepeser pun dari Fakultas maupun
Unversitas. Ada saja alasan yang di lontarkan pada anak desa ini,
sehingga sesak terasa dada ini tak memperoleh dukungan dari kandang seendiri.
Hampir saja saya benturkan kepala ini pada dinding karena bingung tak tahu
harus melakukan apalagi. Hingga saya memeberanikan diri dating secara pribadi
kepada salah satu dosen yang saya rasa adalah dosen yang paling ramah di antara
dosen lainnya yang ku pikir acuh terhadap anak kemarin sore ini. Alhamdulillah,
saya memperoleh pertolongan dari beliau. Pak Chairil. Saya memutuskan untuk
tidak mengeluh, karena saya tahu masih banyak masih banyak jalan yang di
sediakan lebar-lebar oleh Allah kepada anak ini.
Biarpun hanya makan sederhana,
bahkan pernah hanya makan nasi jagung, tetapi alhamdulillah Allah telah
memberikan nikmat yang luar biasa kepada saya hingga saya dapat membawa kabar
gembira ini dengan bangga ke kampong halaman.
Biarpun melalui masa yang amat
sulit, mencari pertolongan kesana kemari di bawah derasnya guyuran hujan dan
kencangnya angin Semarang, bahkan saat itu saya melalui semuanya dalam keadaan
yang sungguh serba mendesak dan menderita sakit karena pukulan air hujan yang
tak henti-hentinya berusaha menguji kekuatan raga ini.
Tetapi Allah berikan saya begitu
melimpah energi.
Dua permata hati yang saya miliki
terus saja rajin bekerja keras untuk anak-anaknya. Dengan semangat yang tinggi
hingga melewati tengah hari. Betapapun pandai nya saya menyembunyikan kesulitan
yang saya alami kepada ibu dan bapak, namun mereka tetap berpikir tak ingin
putrinya nanti kelaparan dan terlantung di negeri orang, maklum lah orang desa
biasa berpikiran kalau ada orang tanah air yang pergi ke negeri seberang dengan
tidak membawa uang sepeser pun dan tak menjinjing kemampuan apa pun, pasti lah
terlantar di negeri lain bahkan bisa saja mati karena siksaan. Seperti yang
mereka saksikan di media televisi.
Dari rekaman ini saya menyadari
bahwa saya ingin menyampaikan kepada Allah, saya malu karena semasa dahulu
begitu percaya diri dengan rencana yang amat rapi tapi malah tak tercapai,
karena sejatinya rencana yang ada dalam angan ini tak lebih layak di banding
denga rencana-Mu Ya Allah. Sungguh manusia ini tak pantas mengeluh.
Pun tidak ketika beberapa
ujian-Mu menghampiri.
Saya telah mngetahui pula bersama
kesulitan ada kemudahan. Sehingga ketika satu ujian terasa memukul dada ini,
saya hanya harus bersabar dan berdoa dan terus berikhtiar. Yakin lah kemudahan
itu ada dan Allahiringkan ketika memberi kita ujian-Nya, kalau belum terlihat, mungkin mata
kita yang masih tertutup. Dan satu hal yang paling tak bisa saya lupakan selain
apa yang telah di berikan Allah, bahwa betapa cinta dan sayangnya orang tua
kepada anaknya betapapun marah nya mereka kepada kita anaknya, namun sejatinya
itu bagian dari kepedulian dan bukti kasih sayang mereka kepada kita anaknya.
Semoga Catatan Hati sederhana
ini, bisa menjadi bagian dari penenang hati yang cukup membahagiakan
untuk pembaca. Amin .…
Wassalamualaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh
Nofia Ulfa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar